Cara Menghitung Pph Badan 31e
Cara Menghitung Pph Badan 31e

rsuddepatihamzah.com – Cara menghitung PPh Badan 31E merupakan hal krusial bagi perusahaan untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Pajak Penghasilan Badan (PPh) pasal 31E menawarkan tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis PPh Badan lainnya, sehingga memahami perhitungannya sangat penting untuk mengoptimalkan efisiensi keuangan perusahaan. Panduan ini akan membahas langkah-langkah perhitungan PPh Badan 31E secara detail, mulai dari dasar perhitungan hingga pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT).

Artikel ini akan menguraikan secara lengkap definisi PPh Badan 31E, objek pajak yang dikenakan, persyaratan dan kondisi untuk menggunakan tarif ini, serta langkah-langkah perhitungannya dengan contoh kasus yang beragam, termasuk perusahaan yang mengalami kerugian atau memiliki penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Selain itu, panduan ini juga mencakup informasi mengenai pengisian SPT PPh Badan terkait PPh 31E, perubahan aturan terbaru, dan ilustrasi kasus untuk berbagai jenis perusahaan.

Cara Menghitung Pph Badan 31e
Cara Menghitung Pph Badan 31e

Dasar Perhitungan PPh Badan 31E

Pajak Penghasilan (PPh) Badan merupakan kewajiban pajak bagi perusahaan atau badan usaha di Indonesia. Salah satu jenis PPh Badan yang umum digunakan adalah PPh Badan 31E, yang menawarkan tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis PPh Badan lainnya. Memahami dasar perhitungan PPh Badan 31E sangat penting bagi perusahaan untuk memastikan kepatuhan perpajakan dan perencanaan keuangan yang efektif.

Definisi PPh Badan 31E

PPh Badan 31E adalah jenis Pajak Penghasilan Badan yang dikenakan atas penghasilan neto badan usaha, dengan tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan tarif umum PPh Badan. Tarif yang lebih rendah ini diberikan sebagai insentif bagi perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu. Penggunaan tarif ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia.

Objek Pajak PPh Badan 31E

Objek pajak PPh Badan 31E adalah penghasilan neto badan usaha setelah dikurangi biaya-biaya yang diizinkan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Penghasilan neto ini mencakup berbagai jenis pendapatan yang diterima badan usaha, seperti penjualan barang atau jasa, pendapatan investasi, dan lain sebagainya. Perhitungan penghasilan neto mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Perbandingan PPh Badan 31E dengan Jenis PPh Badan Lainnya

Berikut perbandingan PPh Badan 31E dengan jenis PPh Badan lainnya. Perbedaan utama terletak pada tarif pajak dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak.

Jenis PPh Badan Objek Pajak Tarif Pajak Perbedaan Utama
PPh Badan 31E Penghasilan Neto Badan Usaha (sesuai persyaratan) 3% atau 15% (tergantung memenuhi syarat atau tidak) Tarif pajak lebih rendah, dengan persyaratan khusus.
PPh Badan Umum (Pasal 17 UU PPh) Penghasilan Neto Badan Usaha 22% Tarif pajak standar, tanpa persyaratan khusus.
PPh Badan Final Jenis penghasilan tertentu (misal, bunga, royalti) Berbeda-beda, tergantung jenis penghasilan Pajak dipotong di sumbernya, tidak perlu dihitung lagi dalam SPT Tahunan.

Persyaratan Penggunaan Tarif PPh Badan 31E

Untuk dapat menggunakan tarif PPh Badan 31E, perusahaan harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Persyaratan ini umumnya berkaitan dengan: jenis usaha, omzet, aset, dan jumlah karyawan. Perubahan regulasi dapat terjadi, sehingga selalu penting untuk merujuk pada peraturan perpajakan terbaru.

  • Memenuhi kriteria omzet tertentu.
  • Memenuhi kriteria aset tertentu.
  • Memenuhi kriteria jumlah karyawan tertentu.
  • Tidak termasuk dalam jenis usaha tertentu yang dikecualikan.

Kondisi yang Mencegah Penggunaan Tarif PPh Badan 31E

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan wajib pajak tidak dapat menggunakan tarif PPh Badan 31E. Kondisi ini umumnya berkaitan dengan ketidaksesuaian dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan juga dapat menyebabkan perusahaan kehilangan hak untuk menggunakan tarif ini.

  • Tidak memenuhi kriteria omzet, aset, atau jumlah karyawan yang ditetapkan.
  • Termasuk dalam jenis usaha yang dikecualikan dari tarif PPh Badan 31E.
  • Melakukan pelanggaran perpajakan.
  • Tidak menyampaikan laporan keuangan sesuai ketentuan.

Metode Perhitungan PPh Badan 31E

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan 31E merupakan proses yang relatif sederhana, terutama untuk perusahaan kecil dan menengah. Metode ini didasarkan pada penghasilan neto perusahaan setelah dikurangi biaya-biaya yang diizinkan. Berikut penjelasan detail mengenai langkah-langkah perhitungannya.

Langkah-langkah Perhitungan PPh Badan 31E

Perhitungan PPh Badan 31E secara umum mengikuti langkah-langkah berikut:

  1. Menghitung Penghasilan Bruto: Jumlah total pendapatan perusahaan sebelum dikurangi biaya.
  2. Menghitung Biaya yang Dapat Dikurangi: Biaya-biaya yang diizinkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Ini termasuk biaya operasional, gaji, penyusutan, dan lainnya.
  3. Menghitung Penghasilan Neto: Selisih antara penghasilan bruto dan biaya yang dapat dikurangkan (Penghasilan Bruto – Biaya).
  4. Menghitung PPh Badan: Penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak PPh Badan yang berlaku (saat ini 22%).

Rumus umum perhitungannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

PPh Badan = (Penghasilan Bruto – Biaya) x Tarif Pajak (22%)

Contoh Kasus Perhitungan PPh Badan 31E dengan Penghasilan Bruto Rp 500.000.000 dan Biaya Rp 200.000.000

Misalnya, sebuah perusahaan memiliki penghasilan bruto Rp 500.000.000 dan biaya Rp 200.000.000. Perhitungannya sebagai berikut:

  1. Penghasilan Bruto: Rp 500.000.000
  2. Biaya: Rp 200.000.000
  3. Penghasilan Neto: Rp 500.000.000 – Rp 200.000.000 = Rp 300.000.000
  4. PPh Badan: Rp 300.000.000 x 22% = Rp 66.000.000

Jadi, PPh Badan yang harus dibayar perusahaan tersebut adalah Rp 66.000.000.

Contoh Kasus Perhitungan PPh Badan 31E untuk Perusahaan dengan Kerugian, Cara menghitung pph badan 31e

Jika perusahaan mengalami kerugian, maka PPh Badan yang terutang adalah 0. Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada tahun pajak berikutnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Misalnya, perusahaan dengan penghasilan bruto Rp 100.000.000 dan biaya Rp 150.000.000 mengalami kerugian neto sebesar Rp 50.000.000. Dalam hal ini, PPh Badan yang terutang adalah Rp 0, dan kerugian Rp 50.000.000 dapat dikompensasikan di tahun pajak berikutnya.

Contoh Kasus Perhitungan PPh Badan 31E dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PPh Badan 31E tidak mengenal konsep Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) seperti pada PPh Orang Pribadi. Seluruh penghasilan neto perusahaan akan dikenakan pajak sesuai tarif yang berlaku.

Cara Menghitung Pph Badan 31e
Cara Menghitung Pph Badan 31e

Contoh Kasus Perhitungan PPh Badan 31E yang Melibatkan Pengurangan Pajak

Pengurangan pajak dapat berupa insentif pajak atau pengurangan pajak lainnya yang diberikan pemerintah. Besaran pengurangan pajak akan mengurangi jumlah PPh Badan yang terutang. Perhitungannya dilakukan setelah menghitung PPh Badan berdasarkan penghasilan neto. Besaran pengurangan pajak harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Contohnya, jika perusahaan memiliki PPh Badan sebesar Rp 66.000.000 dan mendapatkan pengurangan pajak sebesar Rp 10.000.000 karena memenuhi syarat tertentu, maka PPh Badan yang harus dibayar menjadi Rp 56.000.000 (Rp 66.000.000 – Rp 10.000.000).

Pengisian SPT PPh Badan Terkait PPh 31E

Setelah memahami perhitungan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 31E, langkah selanjutnya adalah melaporkan kewajiban pajak tersebut melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan. Proses pelaporan ini penting untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan menghindari sanksi. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai pengisian SPT PPh Badan terkait PPh 31E.

Formulir SPT PPh Badan yang Relevan

Formulir SPT PPh Badan yang digunakan untuk melaporkan PPh 31E adalah Formulir 1771. Formulir ini digunakan oleh wajib pajak badan untuk melaporkan penghasilan neto dan penghasilan bruto, serta pajak yang telah dibayar sepanjang tahun pajak. Bagian-bagian tertentu dalam formulir ini akan digunakan untuk melaporkan PPh 31E yang telah dipotong dan disetor.

Baca Juga:  Cara Menghitung Valuasi Perusahaan

Contoh Pengisian Formulir SPT PPh Badan

Sebagai ilustrasi, mari kita ambil contoh data fiktif. Misalkan PT. Maju Jaya sepanjang tahun pajak 2023 telah memotong PPh 31E sebesar Rp100.000.000. Data ini akan dicantumkan di bagian yang sesuai dalam Formulir 1771. Informasi lain seperti penghasilan bruto, biaya, dan pajak lainnya juga perlu diisi dengan lengkap dan akurat.

Berikut gambaran pengisian kolom yang relevan (data fiktif):

Kolom Penjelasan Data Fiktif PT. Maju Jaya (2023)
Total PPh Pasal 31 yang dipotong Kolom untuk mencantumkan total PPh Pasal 31 yang telah dipotong sepanjang tahun pajak. Rp 100.000.000
Jumlah PPh Pasal 23 yang dibayar Kolom untuk mencantumkan total PPh Pasal 23 yang telah dibayar sepanjang tahun pajak. Rp 50.000.000 (contoh)
Total Pajak yang dibayar Jumlah total pajak yang dibayar sepanjang tahun pajak, termasuk PPh Pasal 31 dan PPh Pasal 23. Rp 150.000.000

Catatan: Contoh di atas merupakan ilustrasi sederhana. Pengisian formulir SPT PPh Badan sesungguhnya mungkin memerlukan data dan perhitungan yang lebih kompleks.

Kolom Penting dalam Formulir SPT PPh Badan

Beberapa kolom penting dalam Formulir 1771 yang perlu diisi terkait perhitungan PPh 31E meliputi kolom yang berkaitan dengan total PPh Pasal 31 yang dipotong, total pajak terutang, dan pajak yang telah dibayar. Kesesuaian data di kolom-kolom ini sangat penting untuk menghindari kesalahan perhitungan dan potensi masalah dalam proses pelaporan.

  • Kolom penghasilan bruto
  • Kolom biaya-biaya yang dikurangkan
  • Kolom penghasilan neto
  • Kolom PPh terutang
  • Kolom PPh yang telah dibayar (termasuk PPh 31E)
  • Kolom lebih bayar atau kurang bayar

Lampiran yang Dibutuhkan

Untuk melengkapi SPT PPh Badan terkait PPh 31E, beberapa lampiran mungkin diperlukan, tergantung pada kompleksitas transaksi dan peraturan yang berlaku. Secara umum, bukti potong PPh 31E dari pihak pemotong pajak perlu disertakan sebagai bukti pemotongan pajak yang telah dilakukan.

  • Bukti potong PPh 31E (formulir 1721-A1)
  • Laporan keuangan perusahaan
  • Dokumen pendukung lainnya (jika diperlukan)

Sanksi Keterlambatan Pelaporan SPT PPh Badan

Keterlambatan dalam pelaporan SPT PPh Badan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Besarnya denda bervariasi tergantung pada tingkat keterlambatan dan jumlah pajak yang terutang. Oleh karena itu, sangat penting untuk melaporkan SPT PPh Badan tepat waktu untuk menghindari sanksi tersebut.

Perubahan dan Pembaruan Aturan PPh Badan 31E

Peraturan perpajakan, termasuk terkait PPh Badan 31E, bersifat dinamis dan sering mengalami perubahan. Memahami perubahan-perubahan ini krusial bagi wajib pajak untuk memastikan perhitungan dan pelaporan pajak yang akurat dan sesuai dengan regulasi terbaru. Ketidakakuratan dalam memahami aturan dapat berakibat pada sanksi administrasi. Oleh karena itu, memahami perubahan dan pembaruan aturan PPh Badan 31E menjadi sangat penting.

Perubahan Terbaru dan Dampaknya

Perubahan regulasi PPh Badan 31E terjadi secara berkala, baik melalui Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan tersebut dapat meliputi penyesuaian tarif pajak, pengaturan terkait pengkreditan pajak, atau penambahan/pengurangan jenis penghasilan yang dikenakan pajak. Untuk mengetahui perubahan terbaru, wajib pajak perlu memonitor secara berkala situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Sebagai contoh, misalnya pada tahun 20XX terjadi perubahan terkait pengaturan pengurangan biaya tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebelum perhitungan PPh Badan. Perubahan ini berdampak pada besarnya penghasilan kena pajak (PKP) dan akhirnya mempengaruhi besarnya PPh Badan yang terutang. Jika sebelumnya biaya X dapat dikurangkan sepenuhnya, maka setelah perubahan regulasi, mungkin hanya sebagian saja yang dapat dikurangkan, sehingga PKP meningkat dan PPh Badan yang terutang juga meningkat.

Sumber Referensi Resmi dan Kutipan Peraturan

Sumber referensi resmi mengenai peraturan PPh Badan 31E terutama berasal dari situs web resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Selain itu, peraturan perundang-undangan terkait juga dapat diakses melalui website resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Wajib pajak disarankan untuk selalu mengacu pada peraturan perundang-undangan yang paling baru dan berlaku.

Sebagai contoh kutipan peraturan (ilustrasi): “Pasal … ayat … Undang-Undang Nomor … Tahun … tentang … menyatakan bahwa … (isi kutipan peraturan) …“. (Catatan: kutipan ini bersifat ilustrasi dan harus diganti dengan kutipan peraturan yang aktual dan relevan dari sumber resmi).

Potensi Perubahan Aturan PPh Badan 31E di Masa Mendatang

Memprediksi perubahan aturan di masa mendatang memang sulit, namun kita dapat memperhatikan tren perubahan perpajakan secara global dan kebijakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Potensi perubahan dapat berupa penyesuaian tarif pajak sesuai dengan kondisi ekonomi makro, penyederhanaan prosedur pelaporan pajak, atau penyesuaian aturan terkait insentif pajak bagi sektor-sektor tertentu.

Sebagai gambaran, misalnya pemerintah mungkin akan memberikan insentif pajak yang lebih besar bagi perusahaan yang berinvestasi di bidang energi terbarukan atau teknologi digital. Atau sebaliknya, mungkin akan ada peningkatan tarif pajak bagi perusahaan yang dianggap kurang patuh terhadap aturan perpajakan. Semua ini hanya merupakan potensi dan perlu dipantau secara berkala melalui sumber resmi.

Ilustrasi Kasus Perhitungan PPh Badan 31E

Berikut beberapa ilustrasi perhitungan PPh Badan 31E untuk berbagai jenis perusahaan, guna memperjelas penerapannya dalam praktik. Perlu diingat bahwa ilustrasi ini merupakan penyederhanaan dan angka-angka yang digunakan bersifat hipotetis. Konsultasikan dengan konsultan pajak untuk perhitungan yang akurat dan sesuai dengan kondisi bisnis Anda.

Perhitungan PPh Badan 31E untuk Perusahaan Jasa

PT. Konsultan Sukses, perusahaan jasa konsultansi, memiliki penghasilan bruto sebesar Rp 500.000.000,- pada tahun pajak 2023. Biaya operasional yang dikeluarkan meliputi gaji karyawan Rp 150.000.000,-, sewa kantor Rp 50.000.000,-, dan biaya operasional lainnya Rp 100.000.000,-. Penghasilan neto PT. Konsultan Sukses adalah Rp 500.000.000 – Rp 150.000.000 – Rp 50.000.000 – Rp 100.000.000 = Rp 200.000.000,-. Dengan tarif PPh Badan 22%, pajak terutang adalah Rp 200.000.000 x 22% = Rp 44.000.000,-

Perhitungan PPh Badan 31E untuk Perusahaan Dagang

PT. Dagang Makmur, perusahaan dagang, memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 1.000.000.000,- pada tahun pajak 2023. HPP (Harga Pokok Penjualan) sebesar Rp 600.000.000,-, dan biaya operasional lainnya Rp 200.000.000,-. Penghasilan neto PT. Dagang Makmur adalah Rp 1.000.000.000 – Rp 600.000.000 – Rp 200.000.000 = Rp 200.000.000,-. Dengan tarif PPh Badan 22%, pajak terutang adalah Rp 200.000.000 x 22% = Rp 44.000.000,-

Perhitungan PPh Badan 31E untuk Perusahaan Manufaktur

PT. Manufaktur Jaya, perusahaan manufaktur, memproduksi barang A. Proses produksi meliputi pembelian bahan baku Rp 300.000.000,-, upah tenaga kerja Rp 200.000.000,-, biaya overhead pabrik Rp 100.000.000,-. Total Harga Pokok Produksi (HPP) adalah Rp 600.000.000,-. Penjualan barang A sebesar Rp 1.000.000.000,-. Biaya operasional dan administrasi Rp 200.000.000,-. Penghasilan neto PT. Manufaktur Jaya adalah Rp 1.000.000.000 – Rp 600.000.000 – Rp 200.000.000 = Rp 200.000.000,-. Dengan tarif PPh Badan 22%, pajak terutang adalah Rp 200.000.000 x 22% = Rp 44.000.000,-

Perhitungan PPh Badan 31E dengan Penggabungan Beberapa Jenis Penghasilan

PT. Multi Usaha memiliki beberapa sumber penghasilan: penjualan barang Rp 800.000.000,-, jasa konsultansi Rp 200.000.000,-, dan pendapatan sewa Rp 100.000.000,-. Total penghasilan bruto adalah Rp 1.100.000.000,-. Setelah dikurangi biaya-biaya yang relevan (HPP, biaya operasional, dsb) diasumsikan penghasilan neto sebesar Rp 300.000.000,-. Dengan tarif PPh Badan 22%, pajak terutang adalah Rp 300.000.000 x 22% = Rp 66.000.000,-

Perhitungan PPh Badan 31E dengan Pemotongan Pajak

PT. Maju Bersama memiliki penghasilan bruto Rp 500.000.000,- dan mengalami pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 50.000.000,-. Setelah dikurangi biaya dan HPP, penghasilan neto adalah Rp 200.000.000,-. Pajak terutang sebelum dikurangi pemotongan PPh Pasal 23 adalah Rp 200.000.000 x 22% = Rp 44.000.000,-. Pajak yang harus dibayar adalah Rp 44.000.000 – Rp 50.000.000 = -Rp 6.000.000,-. Dalam kasus ini, perusahaan akan mendapatkan pengembalian pajak sebesar Rp 6.000.000,- karena pemotongan PPh Pasal 23 melebihi pajak terutang.

Penutupan Akhir: Cara Menghitung Pph Badan 31e

Memahami cara menghitung PPh Badan 31E sangat penting bagi keberlangsungan usaha. Dengan memahami langkah-langkah perhitungan, persyaratan, dan potensi perubahan aturan, perusahaan dapat meminimalisir risiko sanksi dan mengoptimalkan pengelolaan pajak. Semoga panduan ini memberikan pemahaman yang komprehensif dan membantu perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat dan efisien. Selalu rujuk pada peraturan perpajakan terbaru dan konsultasikan dengan konsultan pajak jika diperlukan.

Bagikan:

Tinggalkan komentar